Perjalanan Si Pengecut

Tak terasa, waktu begitu cepat berlalu. Seperti baru kemarin saja aku menyentuhkan kaki pada jenjang perkuliahan. Seperti baru kemarin aku melepas putih abu-abu yang kata mereka adalah bentuk kenangan terindah. Kembali lagi, itu kata mereka bukan diriku. Aku lebih menyukai dunia perkuliahan yang kutapaki meski terasa singkat. Ada ribuat perjalanan dan luka yang kutemui, dari sana terciptalah beberapa kisah yang dapat kubagikan, entah menjadi inspirasi atau mungkin sebuah tanda bahaya bagi mereka yang akan melewatinya juga. Setidaknya perjalananku sebelumnya ada gunanya.

Aku ingat kala pertama kali aku menapaki dunia perkuliahan. Beribu mimpi seolah mampir untuk singgah, entahlah aku tak tahu mana yang sungguh. Angan-angan belaka dalam menapaki dunia yang luas. Aku perlahan semakin hanyut dengan lautan petualangan dan anganku. Ada beribu bahkan jutaan hal yang harus kucoba. Mengikut organisasi UKM hingga BEM, mengikuti kepanitaan dengan drama tanpa abis, hingga kerja praktik di kampus sendiri. Mencoba segala hal hingga aku terjatuh pada titik semua ini akan berakhir sebentar lagi. Kembali pada jenjang kehidupan melupakan dan dilupakan.

Tetapi, aku tetap bersyukur akan semua itu. Aku besar pada lingkungan warnet dan game online. Ini bukan keinginan, tetapi keharusan karena aku sudah dititip di sana sejak kecil. Berkat segala hal yang kulakukan pada masa perkuliahan, aku banyak bertemu orang-orang baru. Orang-orang dari dunia yang tak pernah aku kenal sebelumnya. Rasa nyaman perlahan tumbuh. Tetapi semesta suka bercanda, bukankah benar begitu? Rasa nyaman selalu hadir berdampingan dengan rasa sakit. Pertemuan tak pernah lupa untuk mengajak sahabatnya untuk ikut serta, kita menyebutnya perpisahan. Karena ada ratusan bahkan ribuan pertemuan yang kujumpai pada jalan setapakku ini, maka aku juga bertemu dengan ratusan bahkan ribuan sahabatnya. Ada yang menyisakan luka, ada yang menyisakan luka.

Tetapi aku banyak belajar, beberapa hal hadir untuk dikenang. Bukan berkembang. Ada yang pernah mengatakan padaku, semakin kita dewasa semakin kecil lingkaran kita. Entahlah dewasa di sini dari segi umur atau pola pikir. Tetapi menurutku, lingkaran itu akan segitu-gitu saja. Dibalik sifatnya yang kekanak-kanakan dan suka bercanda, semesta juga memiliki sifat adil. Di kala perpisahan hadir, ia kembali mempertemukan dengan sesuatu yang baru. Benar-benar sahabat yang tak terpisahkan. Aku iri.

Menurutku, kepergian seseorang bukanlah sebuah alasan untuk kita takut untuk berkenalan atau menerima seseorang dalam hidup kita. Memang, tak ada yang selamanya. Setidaknya ada sebuah perjalanan yang tercipta. Berjalan bersama sembari menikmati secangkir kopi yang telah kusediakan pada termosku bukanlah hal yang buruk. Meski aku sadar, mereka akan pergi di kala kopiku telah tandas sampai ampas. Lumrah. Tetapi pasti ada yang kembali atau mungkin orang yang belum pernah kita kenal sebelumnya menggantikan mereka membawakan termos berisi kopi atau teh. Yang mana saja tak masalah, asal ada minuman. Aku akan menikmati minuman apapun yang mereka suguhkan, kuharap mereka menerima minuman apapun yang kusuguhkan.

Tak kusangka, sudah ada banyak hal yang berhasil ku lalui sampai aku berada pada titik ini. Apa kalian percaya jika aku ini sebenarnya adalah seorang pengecut? Aku bahkan tak berani mengungkapkan isi hatiku. Aku selalu berharap orang yang kucintai mau melihat ratusan puisi yang pernah kurangkai dan menangkap maksud dari puisi-puisiku. SUNGGUH PENGECUT. Tetapi di sini lah poin dari ceritaku ini. Bahkan pengecut sepertiku berhak untuk mendapatkan sebuah jalan setapak untuk dilalui. Berawal dari sebuah jalan setapak lalu menjadi ribuan perjalanan tanpa arah. Hingga akhirnya aku kembali lagi pada sebuah titik untuk mengenang dan melihat kembali apa saja yang telah kulalui. Meski tanpa peta, aku percaya segala hal yang telah ku lalui akan menjadi pemanduku agar tetap melangkah pada bebatuan semesta ini.